Minggu, 03 Agustus 2014

Pengantar Kimia Organik

 
Senyawa organik merupakan senyawa yang sudah dikenal lama dalam kehidupan manusia. Sejak dahulu, mesir kuno telah menggunakan pewarna indigo dan alizarin untuk mewarnai kain. Mereka juga telah mampu mengawetkan mayat (mumi) menggunakan formalin. Di tempat lain, orang-orang Phoenix menggunakan warna “ungu kerajaan” yang diperoleh dari molusca sebagai bahan pewarna kain. Ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa organik dinamakan kimia organik. Sebagai ilmu tersendiri, kimia organik baru berkembang sejak sekitar 200 tahun yang lalu.
Sampai awal abad XIX, kimia organik (sesuai dengan namanya), didefinisikan oleh para ahli sebagai ilmu kimia yang mempelajari senyawa yang datang dari benda hidup. Pada waktu itu, bahkan para ahli berkeyakinan bahwa tidak mungkin mensintesis (membuat) suatu senyawa organik tanpa melalui proses metabolisme makhluk hidup (kekuatan vital atau vital force). Senyawa-senyawa kimia seperti urea dan gula hanya bisa dibuat oleh makhluk hidup, dan belum ada sampai saat itu metode yang dapat dilakukan untuk membuat urea atau gula dari benda mati atau anorganik. Jadi, kimia organik adalah lawan dari kimia anorganik.
Untuk itu, pada tahun 1770, seorang ahli kimia Swedia yang bernama Torbern Bergman, mendefinisikan kimia organik sebagai ilmu yang mempelajari senyawa-senyawa yang diambil dari organisme hidup, dan senyawa-senyawa tersebut membutuhkan kekuatan vital (organisme) untuk membuatnya.
Selanjutnya, pada tahun 1784 Lavoisier untuk pertama kalinya menemukan bahwa unsur penyusun utama senyawa organik adalah C, H, dan O. Dan pada tahun 1811-1831, Justus Liebig, J.J. Berzelius, dan J.B.A. Dumas mengembangkan metode kuantitatif untuk menentukan komposisi senyawa organik.
Keyakinan para ilmuwan bahwa senyawa organik harus berasal dari makhluk hidup, hanya bertahan selama 6 dasawarsa. Pada tahun 1828, salah seorang murid Berzelius yaitu Friederich Wohler, secara tidak sengaja mampu mensintesis urea dari senyawa anorganik. Pada waktu itu, dia sedang mereaksikan larutan perak sianat (AgOCN) dengan larutan amonium klorida (NH4Cl). Reaksi ini menghasilkan larutan amonium sianat (NH4OCN) dan endapan perak klorida (AgCl). Setelah dipisahkan, dia ingin mendapatkan kristal amonium sianat dengan cara memanaskan larutan amonium sianat. Ternyata, karena pemanasan terlalu lama, senyawa tersebut memang mengkristal, namum berubah menjadi urea [(NH2)2CO].
Kejadian ini menggemparkan dunia kimia pada waktu itu, urea yang merupakan senyawa organik, dapat dibuat dari amonium sianat yang merupakan senyawa anorganik. Semenjak itu, banyak sintesis senyawa organik yang dilakukan di laboratorium.
Karena kejadian itu pula (dan sintesis senyawa organik di laboratorium lainnya), definisi kimia organik pun berubah. Tahun 1861, Friederich Kekule mengusulkan bahwa kimia organik harus didefinisikan sebagai cabang ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa karbon. Akan tetapi, sebenarnya definisi ini pun tidaklah terlalu tepat, karena sebagiamana akan dipelajari, ada pula senyawa karbon yang bukan organik.
Meskipun begitu, definisi ini lebih tepat karena memang semua senyawa organik mengandung karbon, sementara senyawa karbon yang bukan organik jenisnya hanya sedikit. Berikut ini tabel yang akan memberikan gambaran beberapa perbedaan antara senyawa karbon organik dengan senyawa karbon anorganik.
Demikian sekilas pengantar kimia organik. Materi ini akan dibahas di kelas XI di kurikulum 2013.
Semoga bermanfaat buat sobat chem sekalian 

@IF'38

0 komentar:

Posting Komentar