Senyawa
organik merupakan senyawa yang sudah dikenal lama dalam kehidupan
manusia. Sejak dahulu, mesir kuno telah menggunakan pewarna indigo
dan alizarin untuk mewarnai kain. Mereka juga telah mampu mengawetkan
mayat (mumi) menggunakan formalin. Di tempat lain, orang-orang
Phoenix menggunakan warna “ungu kerajaan” yang diperoleh dari
molusca sebagai bahan pewarna kain. Ilmu
kimia yang mempelajari senyawa-senyawa organik dinamakan kimia
organik. Sebagai ilmu tersendiri, kimia organik baru
berkembang sejak sekitar 200 tahun yang lalu.
Sampai
awal abad XIX, kimia organik (sesuai dengan namanya), didefinisikan
oleh para ahli sebagai ilmu kimia yang mempelajari senyawa yang
datang dari benda hidup. Pada waktu itu, bahkan para ahli
berkeyakinan bahwa tidak mungkin mensintesis (membuat) suatu senyawa
organik tanpa melalui proses metabolisme makhluk hidup (kekuatan
vital atau vital force).
Senyawa-senyawa kimia seperti urea dan gula hanya bisa dibuat oleh
makhluk hidup, dan belum ada sampai saat itu metode yang dapat
dilakukan untuk membuat urea atau gula dari benda mati atau
anorganik. Jadi, kimia organik adalah lawan dari kimia anorganik.
Untuk
itu, pada tahun 1770, seorang ahli kimia Swedia yang bernama Torbern
Bergman, mendefinisikan kimia organik sebagai ilmu yang mempelajari
senyawa-senyawa yang diambil dari organisme hidup, dan
senyawa-senyawa tersebut membutuhkan kekuatan vital (organisme)
untuk membuatnya.
Selanjutnya,
pada tahun 1784 Lavoisier untuk pertama kalinya menemukan bahwa unsur
penyusun utama senyawa organik adalah C, H, dan O. Dan pada tahun
1811-1831, Justus Liebig, J.J. Berzelius, dan J.B.A. Dumas
mengembangkan metode kuantitatif untuk menentukan komposisi senyawa
organik.
Keyakinan
para ilmuwan bahwa senyawa organik harus berasal dari makhluk hidup,
hanya bertahan selama 6 dasawarsa. Pada tahun 1828, salah seorang
murid Berzelius yaitu Friederich Wohler, secara tidak sengaja mampu
mensintesis urea dari senyawa anorganik. Pada waktu itu, dia sedang
mereaksikan larutan perak sianat (AgOCN) dengan larutan amonium
klorida (NH4Cl).
Reaksi ini menghasilkan larutan amonium sianat (NH4OCN)
dan endapan perak klorida (AgCl). Setelah dipisahkan, dia ingin
mendapatkan kristal amonium sianat dengan cara memanaskan larutan
amonium sianat. Ternyata, karena pemanasan terlalu lama, senyawa
tersebut memang mengkristal, namum berubah menjadi urea [(NH2)2CO].
Kejadian
ini menggemparkan dunia kimia pada waktu itu, urea yang merupakan
senyawa organik, dapat dibuat dari amonium sianat yang merupakan
senyawa anorganik. Semenjak itu, banyak sintesis senyawa organik yang
dilakukan di laboratorium.
Karena
kejadian itu pula (dan sintesis senyawa organik di laboratorium
lainnya), definisi kimia organik pun berubah. Tahun 1861, Friederich
Kekule mengusulkan bahwa kimia organik harus didefinisikan
sebagai cabang ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa karbon.
Akan tetapi, sebenarnya definisi ini pun tidaklah terlalu tepat,
karena sebagiamana akan dipelajari, ada pula senyawa karbon yang
bukan organik.
Meskipun
begitu, definisi ini lebih tepat karena memang semua senyawa organik
mengandung karbon, sementara senyawa karbon yang bukan organik
jenisnya hanya sedikit. Berikut ini tabel yang akan memberikan gambaran beberapa
perbedaan antara senyawa karbon organik dengan senyawa karbon
anorganik.
Demikian sekilas pengantar kimia organik. Materi ini akan dibahas di kelas XI di kurikulum 2013.
Semoga bermanfaat buat sobat chem sekalian
@IF'38
@IF'38
0 komentar:
Posting Komentar